Di era 1940-an, ratusan narapidana di Penjara Guatemala terinfeksi raja singa atau sifilis. Gara-garanya, beberapa pelacur sengaja didatangkan untuk menulari para narapidana dalam sebuah eksperimen tentang antibiotik.
Eksperimen tersebut terjadi antara tahun 1946-1948 dan melibatkan total 696 orang. Sebagian besar di antaranya adalah para narapidana yang tertular dari sejumlah pelacur yang sengaja didatangkan untuk menularkan raja singa.
Bukan hanya lewat hubungan seks dengan si pelacur, beberapa di antaranya ditulari secara paksa lewat suntikan. Larutan berisi bakteri penyebab sifilis langsung disuntikkan di lengan, wajah dan kemaluan para narapidana.
Setelah terinfeksi, para narapidana diberi pengobatan antibiotik berupa penisilin. Diduga kuat, eksperimen ini memang bertujuan untuk mengukur efektivitas penisilin dalam mengatasi sifilis.
Dikutip dari CBC, Senin (4/10/10), fakta itu terungkap dalam penelitian Susan Reverby, seorang sejarawan medis dari Wellesley College di Massachusetts. Bahkan terungkap, eksperimen serupa juga dilakukan dalam skala yang lebih kecil di sebuah barak militer dan rumah sakit jiwa.
Temuan itu langsung mendapat reaksi dari berbagai pihak, karena dinilai sangat melanggar etika dan tidak bermoral. Bahkan eksperimen itu dinilai melanggar aturan yang berlaku tentang pendanaan riset pada manusia oleh Amerika.
Tak terkecuali, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton secara khusus angkat bicara terkait eksperimen tersebut. Hillary menyampaikan permintaan maafnya saat berpidato Jumat pekan lalu.
"Meski terjadi 64 tahun lalu, kami mengecam ada penelitian semacam itu yang menggunakan kedok kesehatan masyarakat. Kami menyampaikan maaf untuk siapapun yang terkena dampak dari eksperimen menjijikkan tersebut," kata Hillary.
(up/ir)
Eksperimen tersebut terjadi antara tahun 1946-1948 dan melibatkan total 696 orang. Sebagian besar di antaranya adalah para narapidana yang tertular dari sejumlah pelacur yang sengaja didatangkan untuk menularkan raja singa.
Bukan hanya lewat hubungan seks dengan si pelacur, beberapa di antaranya ditulari secara paksa lewat suntikan. Larutan berisi bakteri penyebab sifilis langsung disuntikkan di lengan, wajah dan kemaluan para narapidana.
Setelah terinfeksi, para narapidana diberi pengobatan antibiotik berupa penisilin. Diduga kuat, eksperimen ini memang bertujuan untuk mengukur efektivitas penisilin dalam mengatasi sifilis.
Dikutip dari CBC, Senin (4/10/10), fakta itu terungkap dalam penelitian Susan Reverby, seorang sejarawan medis dari Wellesley College di Massachusetts. Bahkan terungkap, eksperimen serupa juga dilakukan dalam skala yang lebih kecil di sebuah barak militer dan rumah sakit jiwa.
Temuan itu langsung mendapat reaksi dari berbagai pihak, karena dinilai sangat melanggar etika dan tidak bermoral. Bahkan eksperimen itu dinilai melanggar aturan yang berlaku tentang pendanaan riset pada manusia oleh Amerika.
Tak terkecuali, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton secara khusus angkat bicara terkait eksperimen tersebut. Hillary menyampaikan permintaan maafnya saat berpidato Jumat pekan lalu.
"Meski terjadi 64 tahun lalu, kami mengecam ada penelitian semacam itu yang menggunakan kedok kesehatan masyarakat. Kami menyampaikan maaf untuk siapapun yang terkena dampak dari eksperimen menjijikkan tersebut," kata Hillary.
(up/ir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apakah artikel ini berguna? Apa Pendapat Anda?