Business

LightBlog

Breaking

LightBlog

Kamis, 25 November 2010

Immunisasi dan Bias Media Cetak

Buana Katulistiwa- Reaksi pejabat dan masyarakat di dalam dan luar negeri ternyata begitu luar biasa ketika dua kasus (spesimen virus) polio dikabarkan positif terjadi di Desa Girijaya, Sukabumi, Jawa Barat. Dari pejabat PBB dengan lembaga WHO, Amerika Serikat (AS), China, dan beberapa negara lainnya, hingga pers dalam dan luar negeri tiba-tiba begitu tertarik. Ada apa?

Merebaknya kasus ini, menurut sumber di Depkes RI, berawal dari adanya laporan yang menyebut adanya virus polio liar ditemukan di Kabupaten Sukabumi, dengan berdasarkan identifikasi awal adanya kasus lumpuh layu yang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan.
Laporan ini kemudian direspon oleh Depkes dengan menurunkan tim bersama-sama dengan WHO pada 24-27 April 2005 ke kabupaten ini, termasuk ke 17 kabupaten/kota di Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta. Selain memantau, mereka juga memberikan imunisasi polio massal pada anak-anak balita di lokasi. Langkah-langkah ini, sesuai dengan standar yang ditetapkan WHO.
Nah, dari pemantauan inilah, tim menemukan enam kasus lumpuh layu lain di desa tersebut. Setiap kasus telah diambil spesimen yang diperlukan untuk konfirmasi laboratorium. Dari hasil investigasi tersebut diidentifikasi adanya virus polio liar yang diikuti dengan penyebaran setempat.
Untuk memastikan, spesimen virus dirujuk ke laboratorium polio rujukan internasional di Mumbai, India, sekaligus untuk dapat mengetahui jenis dan asal virus. Untuk penelitian lebih jauh, konon virus juga dikirimkan ke laboratorium di Atlanta, AS.
Lalu pada 2 Mei 2005, laboratorium Mumbai, mengkonfirmasikan bahwa adanya polio virus liar (wild poliovirus type 1) dari acute flaccid paralysis (AFP), dari satu anak perempuan berusia 18 bulan, yang belum pernah diimmunisasi polio. Kemudian pada 4 Mei 2005, dipastikan lagi virus yang sama mengidap seorang bocah perempuan berumur 20 bulan dari lokasi yang sama.
Yang menarik, hasil laboratorium itu, sebagaimana disampaikan oleh Kepala Komunikasi Menteri Kesehatan Fahmi Achmadi, Rabu (4/5), virus itu berasal dari Afrika. Analisa lebih lanjut juga menyatakan bahwa virus itu menempuh perjalanan ke Indonesia melalui Sudan dan serupa dengan virus yang baru-baru ini ditemukan di Arab Saudi dan Yaman.
“Proses globalisasi menghasilkan banyak pergerakan orang dari satu tempat ke tempat lain, dan beberapa diantaranya membawa penyakit menular,” ujar Fahmi Achmadi.
Media massa kemudian ramai-ramai memberitakannya. Mulai dari CNN, BBC, Washington Post, Washington Times, dan lainnya yang mengutip Associated Press(AP) atau sumber lain, termasuk media di dalam negeri yang menempatkannya pada halaman pertama. Dari pantauan Buana Katulistiwa, beberapa media lebih menyenangi konteks Afrika dan Timur Tengah yang disebut-sebut sebagai asal virus ini, tanpa diketahui interpretasi seperti apa yang dikehendaki para pembaca.
Tampak lebih ekstrim, misalnya, apa yang ditulis oleh AP yang mewawancarai Fahmi Achmadi. Kantor berita ini menulis otoritas (kesehatan RI), mengatakan bahwa secara genetis, asal penyakit itu adalah salah satu tempat di Nigeria, dimana bibit penyakit ini menyebar dengan cepat setelah kelompok Muslim di sana memboikot vaksin tersebut (seperti ada vaktor kesengajaan. Red)pada tahun 2003 akibat rumors yang sempat beredar bahwa vaksin itu adalah bagian dari rencana Amerika Serikat untuk membuat mereka tidak subur (tidak dapat memiliki keturunan) atau sengaja untuk menularkan AIDS kepada mereka.
Masih menurut berita AP- dengan menyebut sumber expert says (pendapat ahli -Red)- dari Afrika bibit penyakit ini singgah di Timur Tengah. Pekerja migran dari Indonesia di sana kemungkinan terkontaminasi sebelum kembali ke Indonesia.
Dikutip pula pernyataan pejabat medis WHO untuk immunisasi, Bardan Rana, mengatakan bahwa kasus virus polio liar di Sukabumi itu, 99 persen kemungkinannya berasal dari Arab Saudi. Virus telah dibawa oleh orang Indonesia yang terakhir ini ke Jawa Barat. Arab Saudi, begitu AP, adalah tujuan umum bagi orang-orang Indonesia yang melakukan perjalanan dalam jumlah besar untuk bekerja atau untuk melaksanakan ibadah haji, yang kemungkinan paling akhir dilakukan pada Januari.
“Ada banyak hubungan dengan orang yang datang maupun yang pergi,” kata Rana. Dan dia menekankan, bahwa virus mungkin telah menyebar dari Arab Saudi ke negara lain sebelum dia singgah ke Indonesia.
Berita itu nyaris menenggelamkan apa pernyataan Achmadi yang mengatakan, “Saya sangat yakin bahwa tidak akan ada masalah dalam mencegah penyakit ini.”
Yang tak kalah menarik, China yang pernah diserang SARS dan Flu Burung, juga ambil posisi cepat untuk mengontak Indonesia, untuk mengetahui seperti apa kasus polio yang tiba-tiba menjadi “buah bibir” dunia itu.
Setelah 10 tahun
Sebelum ini, Menkes Dr dr. Siti Fadilah Supari, SpJP mengatakan bahwa virus polio liar tidak pernah lagi ditemukan di Indonesia sejak tahun 1995. Hal ini berarti sudah ada sepuluh tahun rentang waktu kasus ini kembali muncul.
Namun demikian untuk menghapus virus polio liar dari Indonesia, Departemen Kesehatan telah menyelenggarakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) pada tahun 1995, 1996, 1997, dan di sebagian wilayah Indonesia pada tahun 2000 dan 2001. PIN Polio kembali dilaksanakan pada tahun 2002 untuk mempertahankan tingkat kekebalan anak terhadap ancaman virus polio liar. Setiap tahun, sekitar 90 persen bayi di Indonesia mendapatkan imunisasi polio rutin.
Untuk memastikan masih ada atau tidaknya virus polio liar serta deteksi dini masuknya virus polio liar dari negara lain dilakukan sistem pemantauan lumpuh layu terhadap anak dibawah usia 15 tahun yang sesuai dengan standar WHO. Sistem pemantauan ini berdasarkan penilaian pakar internasional pada tahun 2003 menunjukkan kualitas yang memadai untuk mendeteksi adanya penyebaran virus polio liar di Indonesia.
Mengantisipasi kasus yang terjadi di Sukabumi ini, Pemerintah Indonesia sendiri telah merencanakan untuk melakukan immunisasi terhadap 5,2 juta anak berusia di bawah lima tahun di Provinsi Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta.
WHO sendiri telah mencanangkan tahun 2008 sebagai tahun bebas polio di seluruh dunia. WHO bahkan telah menunjuk perusahaan PT Bio Farma sebagai penyedia vaksin polio injeksi, bukan hanya bagi konsumsi Indonesia, tapi di berbagai negara, sebagaimana pernah diakui oleh Dirut Bio Farma Marzuki Abdullah.
Negara endemik polio
Di seluruh dunia, masih terdapat 6 negara endemis polio yaitu India, Sudan, Nigeria, Afghanistan, Mesir dan Pakistan. Tetapi pada tahun 2004 dan awal tahun 2005, beberapa negara yang sudah bebas polio seperti Chad dan Yaman terserang kembali oleh virus polio liar yang berasal dari negara yang masih endemis polio. Termasuk, apa yang dikatakan pejabat WHO tadi, Arab Saudi.
Sementara untuk daerah-daerah lain di Indonesia, berdasarkan pantauan Buana Katulistiwa, belum ada laporan yang mengabarkan adanya kasus viruspolio liar seperti yang ditemukan di Jawa Barat.
Menurut data WHO, upaya pemberantasan polio global, (yang diprakarsai oleh The Global Polio Eradication Initiative yang diluncurkan tahun 1988) telah mampu mengurangi banyaknya kasus penyakit lumpuh dari 350,000 tiap-tiap tahun pada tahun 1988 menjadi 1,267 kasus pada tahun 2004.
Pada tahun 2005 ini, kasus polio yang tercatat per 4 Mei 2005 adalah: Nigeria 54 kasus (endemik), Sudan 24 kasus (re-established transmission), Yaman 22 kasus (impor), India 14 kasus (endemik), Pakistan 6 kasus (impor), Indonesia 2 kasus (impor), Ethiopia 1 kasus (impor), Kamerun 1 kasus (impor), Nigeria 1 kasus (endemik).
Menurut petinggi WHO, boikot atas immunisasi polio telah menyebabkan terjangkitnya penyakit menyebar seluruh benua, yang menyebabkan anak-anak mengalami penderitaan di berbagai negara yang tadinya sudah bebas polio.
Nah, bagaimanakah harus menyikapinya? Terserah kepada Anda. (da/bj)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apakah artikel ini berguna? Apa Pendapat Anda?

Adbox